GELIAT PARA PENGHAFAL AL-QURAN
GELIAT PARA PENGHAFAL AL-QURAN
Oleh: Arif Budiman
Akhir-akhir ini, dekade 90 hingga 2000 an, animo orang menghafal Al Quran terus menanjak tinggi. Penelitian ini berdasarkan penelitian oleh beberapa lembaga kajian Al Quran yang membaca gejala atau animo ini di masyarakat saat ini. Animo ini tentu bukan tanpa sebab. Salah satu alasannya adalah kekeringan modernitas menjadikan manusia kepada kebutuhan sejati dirinya yaitu spiritualitas (tuhan). Ada alasan lain seperti alasan rajin membaca atau menghafall AL Quran akan dapat menyelamatkan kedua orang tua dari api neraka. Siapa orang tua yang tak ingin diselamatkan anaknya. Siapa orang tua yang tak ingin hadiah surga dari anaknya itu? semua orang tua menginginkan nya.
Sebaliknya. Siapa anak yang tak ingin melihat orang tua bahagia. setiap anak pasti mendambakan orang tua bahagia. Dan hadiah terbesar dalam konteks bahagia yang sebenarnya adalah dengan menjadi penghafal quran.
Tidak bermodalkan ratusan atau jutaan atau milyaran rupiah. hanya berbekal kemauan dan niat yang kuat menghafal ayat demi ayat dalam Al Quran hingga hafal al qur’an, Allah menjanjikan kebahagiaan mesianik ini. Tidak ada orang tua yang menolak dengan hadiah dan kebahagiaan itu.
Semua Yang dijelaskan diatas adalah janji mesianik yang akan kita dapatkan artinya adalah motif surgawi. Bukan motif materi yang keperluannya adalah saat ini. Maka benar kata pepatah mengejar surga maka dunia ikut, tapi mengejar dunia belum tentu surga ikut. maka secara keduniaan atau secara material, orang yang menghafal alquran tidak pernah kekurangan. Siapa penghafal al quran yang ada di dunia ia terlantar, tidak ada semau terjamin dan Allah emmang jamin itu.Secara ekonomi. seorang penghafal al quran adalah orang yang cerdas maka apa yang dicerna akan berefek pada penguasaannya pada bidang ilmu yang lainnya.
Andai sang penghafal al quran juga tidak menguasai ilmu lain, maka mengajarkan al quran saja. Jutaan orang meminta sang penghafal al quran datang ke rumahnya untuk mengajarkan al quran. Lalu seberapa besar keberkahan yang didapatkan oleh dan karena hal semacam ini. tentu sangat melimpah muolai dia menjadi imam shalat, guru hingga menjadi penceramah. Sang penghafal al quran tentu sangat mudah mengajarkan al quran hanya dari hafalannya.
Keberkahan pun makin bertambah. yatu keberkahan yang melimpah. Itulah sebabnya orang tua akan banyak menyekolahkan atau menyerahkan pendidikan anaknya di menjadi penghafal al quran.
Setelah ini kita akan berpikir sedikit deret matematis. jika semua orang didujai ini atau orang muslim terlahir dan menjadi penghafal al quran sejak kecil, lalu bagaimana nasib guru Tahfidz bukankah tidak ada lagi peluang ini? Makan kiat suatu saat akan melihat bahwa ajaran dan penghafalan Al Quran akan sangat diminati
Orang boleh takut dengan terorisme, tapi orang tak mau jauh dari Al Quran. Mereka tetap akan menyekolahkan anaknya di sekolah hafal al quran. Bukan berarti kaum penganjur hafal alquran sebagai teroris. Bukan sama sekali! Sebab tidak ada terorisme dalam Islam. Meski banyak menilai ini hanya trend. Tapi keyakinan saya adalah fakta bahwa sang penghafal Al Quran akan terus ada.
Mudah-mudahan tidak ada debat tentang geliat para penghafal Al Quran ini. Maksudnya mudah-mudahan tidak ada penilaian miring. Apalagi menilai cara ini sebagai tradisi kaum teroris, naudzubillah min dzalik. Sebelum kesana dan berkembang, tradisi menghafal al quran sejak lama telah dikembangkan. Termasuk pesantren tradisional pun ada yang secara khusus mengemas pesantrennya dengan kekhususan Tahfidz. Kasus kunjungan anak Hendropriyono ke pesantren Yusuf Mansur, dapat dijadikan pelajaran bahwa debat tahfidz seolah atau terkesan identik dengan kalangan fundamentalis hanya karena sikap salah seorang santri yang menganggap musik itu.
Mari kita keluar dari debat itu, dan buang jauh-jauh friksi tak penting yang sering dibesar-besarkan dan mari kita masuk pada ranah bahwa menghafal al quran adalah ibadah. Memasukan atau “menginstall” ayat al quran dalam otak anak kita adalah ibadah yang luar biasa. Pada tahap selanjutnya tentu anak itu bukan hanya hafal dengan Al Quran tapi mengamalkan juga Al Quran. Saya mau mencontohkan fakta paling praktis dari adanya penghafal al quran ini adalah, kenyataan bahwa ketika seseorang hafal al quran menjadi pemimpin shalat atau Imam sangatlah mudah. Dan ini praktis menjadi suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan.
Jadi mari kita lihat arus geliat para penghafal Al Quran, yang kini gaungnya kian dan makin kuat. Ke depan tentu saja harus ada grand design bahwa belajar atau menghafal al quran bukan semata hafal. Sehingga pembelajaran kita dengan hafal al quran terarah atau tertuju pada amal atau pengamalan dari apa yang telah dihafal. Hal ini senada dengan fakta adanya para penghafal al quran yang ternyata menekuni jurusan atau bidang yang lain. Atau setelah si anak hafal Al Quran ia mengkaji kandungan atau isi al quran serta makna yang terkandung di dalamnya. Bukankah ini sangat indah..
Lalu bagaimana jika ada ide, pendidikan dasar kita memasukan unsur hafal Al Quran sebagai instalasi penting dalam pendidikan anak? Sebut saja hingga usia SMP, anak kita sudah hafal al quran. Mudah-mudahan tidak terlalu dini, tapi indahnya hafalan itu tentu akan menghias hari-hari kita. Saya sendiri bukan karena hadiah surga, sebab betapa egoisnya kita hanya berharap kebaikan untuk kita. Tentu saja kita ingin kebaikan itu untuk anak itu sendiri. Bukan karena kita yang harapkan surga. Semoga ada ruang diskusi yang lebih ilmiah untuk merenungkan ideal pendidikan al quran sedini mungkin. Wallahu A’lam bishawab.
Post Comment