×

Mempertahankan Ritme Juara

MEMPERTAHANKAN RITME JUARA

Oleh: Arif Budiman

 

Suatu kelaziman jika sekolah selalu ingin merebut juara dalam even-even lomba apapun dan kapanpun. Salah satu alasannya terletak pada nilai keunggulan suatu sekolah, yaitu pada sebanyak apa prestasi yang diraih tersebut. Prestasi pun bukan sekedar prestasi sebesar apa event itu juga menjadi ukuran Kehebatan dari sebuah prestasi. Intinya sekolah berprestasi diukur dari kemenangan dari lomba lomba yang digelar bahkan beberapa waktu lalu ada sekolah yang mampu mengumpulkan piala atau sertifikat lomba batik juara 1,2 atau 3 hingga mencapai ribuan sertifikat dan piala.

Bagaimana sekolah bisa meraih juara? Latihan rutin dan disiplin selalu jadi jawaban normatif untuk dan agar hal ini bisa terwujud. Jarang yang mengurai fakta sebenarnya dari proses perjuangan untuk meraih juara. Padahal ada seseorang menjadi juara karena peserta lomba yang sedikit. Tapi kasus ini saya pastikan sangat kasuistik alias panitia yang tidak serius alias hanya menghabiskan anggaran. Dalam hal ini menjadi juara begitu mudah dan anggaplah itu suatu keberuntungan. Lain lagi jika ada panitia yang sengaja menjadikan lomba itu sebagai skenario. Seperti kasus pengaturan skor dan lain sebagainya

Mari kita keluar dari makna lomba negatif ini dan mari kita masuk pada lomba yang sebenarnya yaitu kompetisi yang diselenggarakan secara profesional oleh lembaga penyelenggara yang kredibel. Pada event inilah kita harus benar-benar menyiapkan energi sebesar-besarnya untuk menjadi juara.

Setelah kita paham definisi lomba yang sebenarnya, mari kita lihat apa itu juara. Juara adalah gelar yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang berhasil menggapai suatu capaian tertinggi dari suatu event. Al-Quran secara nyata menyebutkan ajakan untuk ikut dalam perlombaan yaitu ajakan berlomba dalam kebaikan dan ketaqwaan. Sebagaimana bunyi firman-nya berlomba lomba lah dalam kebaikan dan ketaqwaan. Maka proses kehidupan ini pun bisa kita sebut perlombaan. Konsekuensi perlombaan tentu ada pemeringkatan dan ia yang masuk dalam kriteria terbaik itulah yang akan menjadi juara.

Dalam kompetisi lari, ia yang disebut juara dalam lomba lari tentu saja adalah ia yang larinya paling kencang. Namun dalam perspektif tulisan ini tidak berhenti disitu saja. Aspek-aspek apa saja yang mendukung seorang atlet bisa lari kencang, semestinya kita telusuri. Penelusuran bisa dilihat dari fisiknya,sangat mungkin karena atlet ini punya struktur fisik yang ideal. Penelusuran juga memperlihatkan indikator lain seperti tidak pernah sakit, makan teratur dan lain sebagainya. Kedua, penelusuran kita tertuju pada mentalnya dan ternyata memperlihatkan indikator mental baik seperti percaya diri, tidak lari dari tekanan (presser) dan pantang menyerah. 

Fisik atlet kita bisa jadi lebih bagus tapi saat bertanding, ia alami stress  atau secara mental mengalami depresi. Apakah akan bisa meraih juara dalam situasi seperti ini? Sementara sang juara berada pada fisik dan mental yang sehat. Tentu dalam situasi seperti ini, atlet kita akan kalah.

Maka hakekat meraih juara adakah usaha untuk mendapatkan raihan tertinggi. Pertanyaannya, sudahkah usaha yang dilakukan adalah usaha terbesar yang telah diusahakannya. Jika belum, jangan berharap juara. Adapun ia bisa juara adalah Kasuistik, dan  jangan ini dijadikan dasar atau pegangan. Itu sekedar bonus kehidupan yang tentu saja tidak selamanya menghampiri kita.

Kita sering lupa bahwa untuk mencapai juara itu bukan semata pada fisik atau mental. Untuk bisa menjadi juara juga ditentukan oleh  unsur pendukung yaitu official team-nya. Sehebat apapun orang atau atlet kita tersebut jika tidak ada yang menjadi pengurus atlet atau manajernya, maka bisa dipastikan ia akan terkendala. Sehebat dan sekuat apapun potensi anak tanpa pelatih, maka kemampuan dan potensinya bisa sia-sia tanpa arahan teknik dan strategi pelatih. Maka teknik dan strategi menjadi milik pelatih yang tahu atau berpengalaman untuk meraih menang.

What next? Apa yang harus dilakukan setelah menjadi juara tidak lain dan tak bukan adalah mempertahankan gelar juara. Sebut saja setelah semua usaha kita telah maksimal dan akhirnya menjadi Juara. Dapatkah kita mempertahankannya. Seperti kata pepatah mempertahankan atau menjaga itu lebih berat Ketimbang Membuat Itu mengadakan. Maka jika hari ini kita telah menjadi juara tugas berikutnya adalah mempertahankan Sebab tugas juara itu Adalah tetap sebagai Juara dan kedua mempertahankan yang artinya harus berpikir dua kali atau berpikir lebih Banyak dari sebelumnya. Latihannya tidak boleh kurang dari sebelumnya. Perhatian pelatih atau pembimbing tidak boleh kurang dari sebelumnya. Perhatian sekolah tidak boleh kurang. Perhatian manajer tidak boleh kurang sebab jangan sampai konsentrasi pemain terganggu hanya karena urusan administrasi terlambat dan lain sebagainya. 

Marilah kita renungkan! Jangan-jangan kemenangan anak didik kita adalah hasil sentuhan sang pembina yang memberi masukan dan arahan. Disaat semua kontestan punya kemampuan yang sama, skor yang sama, lalu apa yang menjadikannya juara? Jangan jangan penentu juaranya adalah sang pengurus administrasi (official team) yang mengelola dan mengurus  jadwal pertandingan atlet kita.  Sesuatu yang mungkin dianggap sepele tapi itu bisa jadi tidak dilakukan oleh tim lain. Bisa jadi di sekolah lawan kita enggan mendaftarkan siswanya untuk lomba. Maka kesempatan meraih juara untuk anak kita lebih besar peluangnya.

Saat seluruh usaha telah dikerahkan dan kita tidak menyerah dengan keadaan yang ada, maka usaha kita ini tidak akan membohongi hasil. Sekalipun telah menjadi juara namun kita tetap mau berusaha, sama usahanya seperti belum menjadi juara bahkan lebih keras lagi, maka itulah sebenar-benarnya usaha. Dan itulah juara yang sebenar-benarnya.

 

__________

Arif Budiman, Guru Sejarah MAN 21 Jakarta

Post Comment