73 TAHUN MERDEKA: SEBUAH RENUNGAN CINTA UNTUK NEGERI
73 Tahun, manusia pada usia itu tentu telah memasuki masa tua dan menunggu hari akhirnya. Tapi 73 bagi bangsa INdonesia, adalah masa pendewasaan . Menyebut tua, tak mungkin sebab tak ada satupun dari kita disebut tua. Terlalu dini juga jika menyebut kejayaan, sebab titel kejayaan rasanya masih jauh api dari panggang. Hanya KSriwijaya dan Majapahit mampu menyandang kejayaan di zamannya. Indonesia Jaya rasanya masih enak dan kita dapat rasakan di lagu-agu kebangsaan. Realitanya jauh.
Refleksi ini bukan mengabaikan prestasi dan capaian pembangunan yang telah ada. Refleksi ini adalah semangat yang ingin selalu dihidupkan dan dipompakan dalam dada anak-anak kita. Kejayaan yang semestinya telah bersemayam dan berada di pangkuan ibu pertiwi tengah ada di pangkuan Negara Asing. Aset-Aset penting negara ini masih dikuasi negara laian. Sebut saja Freeport, gunung Emas milik bangsa Indonesia kini gunung itu tiada. Gundukan bongkahan Emas di Tanah Papua, telah berubah menjadi cerukan. di cerukan itu pula, eksploitasi terhadapnya masih masiv dilakukan oleh Freeport
73 tahun bongkahan Emas itu diambil oleh bangsa Asing. Anak Negeri hanya bisa menyaksikan. Jikapun ada persentase bagi negeri ini, itu sangat mengabaikan rasa keadilan. Jikapun ada sebagan emas itu, hanya tertuju pada para pejabat. Rakyat, dan warga asli negeri ni terabaikan. Jika pun ada keuntungan tak sebanding dengan kenyataan. Sisa penambangan pun tak bisa dengan leluasa dirasakan, yang ada teror dan ketakutan. Selama 73 tahun, anak negeri ini lagi-lagi hanya bisa menyaksikan.
Logika pemelilk semestinya adalah pihak yang sepenuhnya menguasai, menggunakan hasil penambangan. Pemilik kekayaan semestinya tidak terbatas atau dibatasi menggunakan dan memanfaatkan kekayaan tersebut. Lalu jika realitasnya pemiik itu justru tidak punya milik, masih bisakah Negara yang mengaku 73 tahun Merdeka menyebut kita Merdeka…??? Sesungguhnya kita belum merdeka. Kehendak bebas kita dibatasi. Kehendak bebas kita diatur. Kehendak bebas kita dikebiri oleh pihak lain. Atas nama hukum, perjanjian tau Mou, dengan leluasa mereka melenggang, mengeruk apa-apa yang ada di bumi kita tercinta.
Saatnya menjemput seutuhnya kekayaan yang semestinya menjadi milik kita. Sudah saatnya anak negeri ini tersenyum dan menghela nafas dengan lega di atas tanahnya sendiri. menghirup udara kebebasan yang sesungguhnya. Bernafas di ruangnya sendiri. dan bukan sebaliknya terengah-engah di negeri sendiri. Sesak nafas di tanah sendiri.
73 tahun adalah masa yang semestinya sangat matang bagi sebuah negara menyadari dirinya. Sadar bahwa ia kaya, sadar bahwa ia benar-benar merdeka yang artinya tak ada penguasaan perseorangan atau kelompok terhadap kekayaannya. Negara yang semestinya beranjak atau sudah semestinya beraa di zona kejayaannya. Itulah sesungguhnya masa yang73 tahun adalah waktu yang cukup untuk bersabar dengan segala tekanan asing. 73 tahun adalah penguatan kesadaran tentang negeri yang semestinya berdaulat.
Post Comment