T KEINDAHAN MASJID DEMAK (Kunjungan Hari Ke-1) | Website MAN 21 Jakarta

KEINDAHAN MASJID DEMAK (Kunjungan Hari Ke-1)

 

Jakarta (Humas MAN 21 Jakarta) — Kami berangkat dari Jakarta, pada waktu pagi pukul 01.00 saat dimana sebagian dari kita tengah tertidur. Pemberangkatan yang awal ini dilakukan semata karena kemacetan Jakarta harus dihindari agar kita dapat sampai di tujuan sesuai dengan rencana. Destinasi pertama yang akan kami kunjungi adalah masjid Agung Demak, Jawa Tengah.

Cukup lama, kami dalam perjalanan. Ini terjadi karena ada beberapa titik kemacetan di tol Cikampek dan ruas jalan menuju Demak. Baru pada Pukul 13.00, kami sampai Demak, di terminal pemberhentian yang masih terlihat tradisional. Tradisional sebab masih adanya moda transportasi delman yang sengaja dipertahankan sebagai suatu tradisi dan ciri khas wisata ruhani di Masjid Demak. Moda transportasi inilah yang dipakai untuk mengantarkan para peziarah menuju masjid Demak. Sebelum  menuju Masjid, kami makan siang di warung-warung di sekitar terminal dengan harga yang sangat terjangkau.

Hanya dengan membayar senilai Rp 11.000 hingga Rp 13.000, kita dapat makan sepuasnya. Wow. Murah bukan?

Kecuali untuk moda, transportasi menuju Masjid, kita harus mengeluarkan dana sendiri untuk naik delman ataupun ojek, dengan hanya membayar 5.000 kepada tukang ojek atau tukang becak, sampailah kita di halaman masjid demak (alun-alun barat).

 

Suwagiyo, Saat Menjelaskan Sejarah Demak

Kurang lebih pukul 14.00, Kami semua telah berkumpul  di masjid Demak, melaksanakan Shalat Dzuhur, dan sesudahnya langsung menuju ke aula presentasi dimana disitu  telah siap Guide Abdul Fatah dan Bapak Suwagiyo yang akan memaparkan sejarah Masjid  Demak dan kaitannya dengan kerajaan Majapahit. Ada banyak informasi dan fakta sejarah menarik yang kami temukan. Kembali penjelasan atau pemaparan ini sungguh sangat mengagumkan, penjelasannya seolah menjadi penggetar sebagaimana ayat-ayat Allah yang menggetarkan orang beriman. Tentang para wali yang gigih menyebarkan Islam. Tentang proses islamisasi pada kerajaan-kerajaan Hindu Buda di Jawa. Dan sejuta inspirasi kesejarahan, keumatan dan keindonesian menjadi satu sajian informasi yang indah.

Ada pertanyaan menarik yang diajukan oleh salah satu peserta, Bapak Miko Handoko beliau adalah Waka Kesiswaan MAN 21 Jakarta yang meskipun latar belakangnya adalah pengajar Biologi, beliau sangat menyukai kajian-kajian  sejarah. Dalam kesempatan itu beliau bertanya tentang eksistensi “Wali Songo”, yang berjumlah Sembilan, Benarkah berjumlah Sembilan,.? Pertanyaan ini beliau ajukan karena sering mendengar nama-nama wali yang lain selaian yang dikenal umum.

 

Bapak Suwagiyo, Saat menjelaskan Sejarah

Masjid Demak

 

Dan pertanyaan ini dijawab dengan sangat elegan oleh bapak Suwagiyo yang menjelaskan bahwa sistem wali songo adalah sistem yang terbentuk dengan jumlah Sembilan. Keberadaannya selama ini megalami beberapa pergantian dalam beberapa periode dengan asumsi apabila ada salah satu wali ada yang wafat, maka akan diganti dengan yang baru berdasarkan musyawarah Dewan Wali, dan pergantian itu jadi batas penentu periode. Jadi menurut Bapak Suwagiyo, wali songo terdiri dari periode yang selama ini telah mengalami 5 periode kewalian, artinya telah mengalami 5 pergantian. jadi adanya wali yang menyatakan lebih dari sembilan, didasarkan pada asumsi bahwa jumlah mereka-mereka yang tercatat menjadi wali lebih dari sembilan.

 

Itulah cabaran materi sejarah yang demikian menghipnotis para peserta siswa-siswi MAN 21 Jakarta, anak-anak yang biasanya tidak terlalu menggemari mata pelajaran sejarah, hari itu tampak terperangah dan antusias mengikuti sesi pemaparan Sejarah Masjid Demak.

Selepas Asar, Kami berangkat menuju  Solo. Karena perjalanan yang cukup panjang, kami sampai di Hoten Setia kawan Solo malam hari jam 10.15. Kami langsung bersih-bersih, makan malam dan kemudian istirahat

 

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply